Penggunaan Serai kayu

Bunga salam yang bergerombolDaun salam.

Daun salam digunakan terutama sebagai rempah pengharum masakan di sejumlah negeri di Asia Tenggara, baik untuk masakan daging, ikan, sayur mayur, maupun nasi. Daun ini dicampurkan dalam keadaan utuh, kering ataupun segar, dan turut dimasak hingga makanan tersebut matang.[7] Rempah ini memberikan aroma herba yang khas namun tidak keras. Di pasar dan di dapur, salam kerap dipasangkan dengan lengkuas.[8]

Kayunya berwarna coklat jingga kemerahan dan bermutu sedang. Kayu yang tergolong ke dalam kayu kelat (nama perdagangan) ini dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan dan perabot rumah tangga. Kulit batang salam mengandung tanin, kerap dimanfaatkan sebagai ubar (untuk mewarnai dan mengawetkan) jala, bahan anyaman dari bambu dan lain-lain. Kulit batang dan daun salam biasa digunakan sebagai bahan ramuan tradisional untuk menyembuhkan sakit perut. Buah salam dimakan orang juga, meski hanya anak-anak yang menyukainya.[3]

Dalam pengubatan tradisional

Secara tradisional, daun salam digunakan sebagai ubat sakit perut dan untuk menghentikan buang air besar yang berlebihan.[3][9]

Penggunaan daun salam sebagai ubat di atas disebabkan oleh kandungannya yakni pada daun salam kering terdapat sekitar 0,17% minyak esensial, dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol (methyl chavicol) di dalamnya. Ekstrak etanol dari daun menunjukkan efek antijamur dan antibakteri, sedangkan ekstrak metanolnya merupakan anticacing, khususnya pada nematoda kayu pinus Bursaphelenchus xylophilus.[7]Kandungan kimia yang dikandung tumbuhan ini adalah minyak atsiri, tannin, dan flavonoida. Bagian pohon yang bisa dimanfaatkan sebagai ubat adalah daun, kulit batang, akar, dan buah.[10]

Ekstrak daun salam 3x250 mg/hari menunjukkan kecenderungan dapat menurunkan kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan terutama pada kadar gula darah di bawah 200 mg/dL walaupun secara statistik perbedaannya tidak signifikan.[11]

Berkaitan